Ada sesuatu yang unik dan membanggakan pada penyelenggaraan International Physics Olympiad (IPhO) ke-48 di Yogyakarta yang diikuti oleh 395 pelajar terbaik dari 86 negara. Selain berperan sebagai tuan rumah, pada IPhO 2017 ini salah satu soal eksperimen yang diujikan merupakan penemuan dua fisikawan asal Indonesia. Dr. Oki Gunawan dan Dr. Yudistira Virgus menemukan suatu efek baru di fisika yang diberi nama unik yaitu “efek punuk unta”. Efek punuk unta ini mempunyai banyak aplikasi, di antaranya sebagai jebakan magnetik jenis baru yang bisa dipakai untuk mengukur sifat magnetik bahan, viskositas udara, dan alat instrumentasi teknologi semikonduktor. Efek ini juga sedang dikembangkan untuk menjadi alat pengukur intensitas gempa bumi dan memonitor gunung api, tentunya merupakan potensi yang sangat relevan dan bermanfaat bagi Indonesia.
Pada kebanyakan IPhO sebelumnya, soal yang disajikan menampilkan efek fisika yang sudah cukup dikenal. Namun pada IPhO tahun ini, Indonesia menyajikan soal “Efek punuk unta” yaitu efek pada medan magnet yang terjadi di antara dua baris dipol magnet yang sejajar (parallel dipole line) di mana medan magnetnya menjadi lebih kuat pada ujung-ujung magnet tersebut sehingga plot grafiknya mirip “punuk unta” seperti terlihat di gambar (a) [1,2].
Efek fisika baru ini memiliki konsekuensi penting karena menyebabkan sistem magnet berfungsi sebagai jebakan magnet (magnetic trap) alami yang baru dalam dunia fisika, yang bisa menjebak material seperti grafit sehingga bisa terbang melayang terus tanpa memerlukan input energi (Gambar b). Sebagai catatan, beragam sistem jebakan elekromagnetik berperan sangat penting dalam fisika karena memungkinkan beragam eksperimen fundamental. Dr. Oki Gunawan dan Dr. Yudistira Virgus menemukan efek ini melalui risetnya di IBM Thomas J. Watson Research Center, USA yang sudah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Applied Physics Letter[2] dan Journal of Applied Physics[1] , serta beberapa paten di AS [3,4].
Hasil riset Dr. Gunawan dan Dr. Virgus juga sudah menghasilkan teknologi riil seperti alat karaketrisasi semikonduktor baru (yang disebut Rotating PDL Hall system) yang sekarang sudah digunakan di pusat riset IBM dan juga telah dioperasikan di laboratorium Harvard Center of Nanoscale System di AS [5]. Hasil riset ini juga mendapat ulasan yang baik dari seorang profesor fisika dari Universitas Princeton AS dan dipakai sebagai bahan catatan kuliah listrik dan magnet yang baru di Jurusan Fisika Princeton [6-8].
Pada IPhO 2017 ini, Tim Olimpiade Fisika Indonesia memperoleh 2 emas dan 3 perak. Prestasi siswa-siswi Indonesia dalam IPhO cukup membanggakan di mana Indonesia berhasil menjadi juara dunia 2006 (Absolute Winner) dan mendulang lebih dari 100 medali emas, perak, perunggu dan Honorable Mention (1993-2017). Melalui pengenalan soal berbasis riset pada siswa olimpiade fisika, apalagi hasil riset dari fisikawan asal Indonesia, diharapkan semakin banyak siswa tertarik terjun ke dunia riset. Hanya melalui riset, kita akan memperoleh penemuan-penemuan dan teknologi baru yang tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi bisa memecahkan beragam persoalan, dan pada akhirnya memajukan kesejahteraan bangsa dan umat manusia – tentunya sebuah tujuan yang layak dan harus dikejar sebagai tindak lanjut majunya prestasi sains generasi muda Indonesia.
Tentang Dr. Oki Gunawan dan Dr. Yudistira Virgus
Dr. Oki Gunawan adalah peneliti di IBM Thomas J. Watson Research Center, New York, AS. Dia menyelesaikan studi sarjananya di Nanyang Technological University, Singapura, dan master dan doktor dari Princeton University, AS. Oki adalah mantan anggota Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) dan peraih medali IPhO Indonesia pertama (perunggu) di IPhO ke-24 di Williamsburg, AS 1993 saat menjadi siswa SMAN 78, Jakarta. Oki juga ikut berperan sebagai pembina Yayasan Sinergi Mencerdaskan Tunas Negeri (Yayasan SIMETRI) di Indonesia.
Dr. Yudistira Virgus menyelesaikan pendidikan sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pendidikan master dan doktor dari College of William and Mary, USA. Yudistira adalah anggota TOFI tahun 2003 dan 2004 saat masih menjadi siswa di SMA Xaverius 1 Palembang. Yudistira meraih medali emas di Asian Physics Olympiad (APhO) tahun 2003, medali perunggu di IPhO 2003 dan medali emas di IPhO 2004.
REFERENSI:
[1] O. Gunawan and Y. Virgus, The one-dimensional camelback potential in the parallel dipole line trap: Stability conditions and finite size effect, J. Appl. Phys. 121, 133902 (2017).
[2] O. Gunawan, Y. Virgus, and K. Fai Tai, A parallel dipole line system, Appl. Phys. Lett. 106, 062407 (2015).
[3] O. Gunawan and Q. Cao, “Magnetic trap for cylindrical diamagnetic materials,” U.S. patent 8,895,355 (25 November 2014); U.S. patent 9,093,377 (28 July 2015); U.S. patent 9,236,293 (12 Jan 2016); U.S. patent 9,263,669 (16 February 2016); U.S. patent 9,424,971 (23 August 2016).
[4] O. Gunawan and Y. Virgus, “Parallel dipole line trap viscometer and pressure gauge,” U.S. patent application 14/826,934 (16 February 2017).
[5] H. H. Park et al., Atomic layer deposition of Al-doped Zn(O,S) thin films with tunable electrical properties, Appl. Phys. Lett. 105, 202101 (2014).
[6] K. T. McDonald, Diamagnetic Levitation, (Princeton University) http://www.hep.princeton.edu/~mcdonald/examples/diamagnetic.pdf.
[7] K. T. McDonald, Long Rod with Uniform Magnetization Transverse to its Axis http://www.physics.princeton.edu/~mcdonald/examples/magrod.pdf, (Princeton University).
[8] K. T. McDonald, Rotational stability of a diamagnetic rod, http://physics.princeton.edu/ mcdonald/examples/diamagnetic_rotation.pdf (Accessed 2/20/2017).